Remaja

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)

Kekerasan dalam Pacaran
Pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman dimana satu sama lain terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangannya sebagai pacar. Melalui berpacaran seseorang akan mempelajari mengenai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan berbagi dalam hubungan dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang lain.
Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).

Penerimaan Sosial Remaja

remaja
Setiap remaja dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Salah satu aspek dari ketrampilan sosial adalah penerimaan sosial. Menurut Hurlock (dalamYusuf, 2002) penerimaan sosial adalah individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain seseorang dapat diterima secara positif oleh lingkungan sekitarnya dan mau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat.

Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa

Posted on Februari 11th, 2010 in Psikologi Remaja by Admin Blog
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
c. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan atau kompetisi di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
e. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
h. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
i. Menggunakan metode yang bervariasi.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Perkembangan Psikologis Remaja

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.
Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.

Pentingnya Kontrol Diri


Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).
Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan. Diharapkan setiap individu mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar kelompok.
Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.
Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan emosi. Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.

Penyesuaian Diri pada Remaja
teenfashiondm_468x384
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Disebutkan juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.